Di Bawah Langit Karawang Aku Jatuh Cinta


Hari ini sudah tiga tahun kurang beberapa hari kamu meninggalkanku. Hitungan tepatnya aku tahu, namun biarlah itu menjadi rahasia kita saja. Orang-orang tak usah tahu. Kalaupun orang-orang tahu, tak akan berarti apa-apa juga buat mereka. Jadi untuk apa aku kasih tahu. Namun bagiku, kepergianmu memberi arti yang begitu mendalam. Seperti lagunya Peterpan/Noah, “Yang Terdalam”. Di awal-awal kepergianmu, lagu itu terus-terusan aku putar. Saking seringnya, sebagian besar liriknya aku hafal. Padahal aku tak pandai menghafal. Aku pun tak pandai merangkai kata. Aku hanya bisa merasakan rasa sayang yang begitu besar untukmu dan kerinduan yang seringkali tak bisa kubendung.

Kematian memang nasihat yang paling baik. Betapa hidup kita di dunia ini sangat sebentar. Pertemuan seindah apapun akan berujung dengan perpisahan. Sesayang apapun kita, pada akhirnya akan berpisah juga. Bukan berapa lama kita bersama, namun selama bersama kenangan apa yang sudah kita ukir, persahabatan seperti apa yang kita rajut. Dunia ini begitu fana. Tuhanlah yang kekal abadi. Begitu pula cinta dan kasih sayang-Nya lah yang abadi.

Tak ada yang ku sesali. Semuanya aku syukuri. Karena semua yang terjadi adalah pelajaran berharga untukku. Ini bukan hanya tentang aku dan kamu. Tapi untuk semua. Selama bersama, dengan siapapun itu, baik-baiklah menjaga hubungan. Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Seperti yang kamu ajarkan. Fokus saja pada kebaikannya, tutupi kekurangannya. Berbuat baik saja, tak perlu pedulikan balasan dari yang bersangkutan. Karena transaksi kita dengan Tuhan, bukan dengan manusia. Tak ada yang sia-sia pada pandangan Tuhan. Semua kebaikan sekecil apapun akan ada balasannya, begitu pula dengan keburukan.

Manusia itu pada dasarnya ingin diterima oleh sesamanya, tak peduli seperti apa masa lalunya. Jikalau pendosa mengetuk pintu untuk kembali dan memperbaiki kesalahannya, tolong beri kesempatan. Memang tak mudah dilakukan bagi sebagian manusia. Tapi hati manusia itu berada di genggaman Tuhan. Mudah sekali dibolak-balik. Bisa jadi kemarin tidak atau kurang ideal, tapi hari ini bisa saja cahaya hidayah telah hinggap di hatinya. Kita tak akan pernah tahu.

Kita bukan hakim, bukan pula panitia surga, karena tak ada jaminan kita bisa masuk surga. Yang bisa kita lakukan adalah tetap berusaha melakukan amal terbaik untuk pulang nanti dengan tetap minta rahmat-Nya. Tiket surga kita ada pada rahmat-Nya, bukan dari banyaknya amal yang telah kita lakukan.

Manusia itu unik dan sangat beragam. Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling mengenal.  Juga berbagai tingkat pendidikan, jabatan, kekayaan. Bukan untuk menjadikan manusia berkotak-kotak, tapi perbedaan itu untuk saling melengkapi dan menjadi harmoni. Komunikasilah yang menjembatani perbedaan itu. Bicaralah yang diketahui dan disukai oleh lawan bicara kita.

Aku tak marah kamu pergi duluan, meski tanpa pamit. Karena aku yakin, sayangmu untukku begitu besar, seperti sayangku untukmu. Aku merindukanmu. Kehadiranmu, canda tawamu, kemanjaanmu, kesabaranmu, perhatian dan kasih sayangmu sangat kurindukan. Maafkan aku sudah “jatuh cinta” kepadamu saat kita bertemu di Karawang. Aku tak lelah selalu menanti pertemuan kita nanti. Maafkan aku belum menjadi yang baik untukmu. Uhibbukifillah

Tuhan… Engkau tahu siapa orang yang aku maksud, tolong sampaikan salam rinduku untuknya.  Tempatkan beliau di tempat terbaik di sisi-Mu. Aamiin…

 

Bandung, 16 Maret 2021