Ragam Wisata Pulau Bangka

Pulau Bangka memiliki sejarah yang panjang. Kepulauan Bangka dan Belitung adalah bagian dari wilayah perairan Sumatera yang menjadi pusat lalu lintas perdagangan dunia sejak zaman dahulu. Bangka juga memiliki komoditi pertanian rempah-rempah berupa lada.

Sekitar tahun 1709 M, ditemukan timah di Pulau Bangka dan sejak itu timah dari Bangka menjadi primadona di mata berbagai bangsa. Banyak penambang maupun pedagang timah yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia, bahkan silih berganti Bangka Belitung dikuasai oleh berbagai kerajaan besar, mulai dari Sriwijaya, Majapahit, Malaka, Johor, Banten, Kesultanan Palembang, Inggris, Belanda, hingga Jepang, sebelum akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Pada saat Belanda kembali ke Indonesia pascakemerdekaan, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Menteri Luar Negeri Agus Salim, dan mantan Perdana Menteri Sutan Sjahrir sempat diasingkan ke Pulau Bangka. Provinsi Bangka Belitung sendiri terbentuk pada tahun 2000, setelah sebelumnya menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan.

Latar belakang tersebut membuat Pulau Bangka, sebagai salah satu pulau terbesar di provinsi ini, memiliki beragam objek wisata mulai dari alam, sejarah, religi, hingga budaya. Sebut saja jajaran pantai yang berhiaskan batu granit raksasa seperti Pantai Tanjung Pesona, Pantai Parai Tenggiri, Pantai Matras, Pantai Romodong, dan Pantai Batu Dinding. Pantai lain contohnya Pantai Pasir Padi dan Pantai Kuala tak kalah memesona. Kita juga dapat melihat mercusuar di Pantai Tanjung Kalian yang dibuat tahun 1862.

Ada pula Pesanggrahan Menumbing dan Wisma Ranggam yang pernah digunakan sebagai tempat pengasingan Presiden Soekarno dan beberapa tokoh bangsa oleh Belanda. Wisatawan juga dapat berkunjung ke Museum Timah, Museum Cual Ishadi, Hutan Wisata Bakau Munjang, dan Bangka Botanical Garden. Di pusat Kota Pangkalpinang terdapat Masjid Agung Qubah Timah yang belum lama ini diresmikan, sedangkan di dekat Pantai Tikus Kabupaten Bangka berdiri megah Puri Tri Agung yang merupakan tempat ibadah bagi penganut Buddhisme, Taoisme, dan Konfusianisme.

Perpaduan budaya Melayu, Arab, dan Tionghoa juga direpresentasikan oleh Tugu Nol Kilometer Bangka yang berdiri bersebelahan dengan Rumah Dinas Walikota Pangkalpinang (Residenthuis te Pangkalpinang op Bangka). Bentuk tugu tersebut menyerupai koin Picis van Pangkalpinang yang dulu dipergunakan pada tahun 1217 Hijriah atau 1802 Masehi. Bagian depan koin yang menghadap ke jalan raya bertuliskan Arab Melayu “Haza Falus Pangkalpinang” yang artinya “Ini uang (kongsi) dari Pangkalpinang”. Adapun bagian belakang yang menghadap ke rumah dinas Walikota dengan tulisan aksara Hakka “Bing Lang Gong Si (Pin Long Kung Se)” yang berarti “Berkembang dan maju secara nyata”.

Sumber: Universitas Bangka Belitung, Kompas