Aku, Sate Maranggi, dan Semangkuk Puisi di Musim yang Kalut

Di tengah musim yang kalut
Aku memesan seporsi sate maranggi dan semangkuk puisi
Dalam sekali duduk
Tandas tak tersisa
rasa gurih daging yang dibakar
rasa manis, asam, pedas dari bumbu sate
kuah-kuah sajak yang hangat dalam dada
“Ah… mantap!”
Khusyuk aku menikmati
Bahkan sepi tak sempat mampir
pada diriku yang menumpuk diam

Kini, masih adakah kemelut hari esok yang harus aku khawatirkan?

Dua tahun bait-bait tubuhku
Disusupi musim yang tak biasa
Gugur daun di halaman dadaku
Hujan lebat di kedua pipiku
Serupa doa yang di-amin-kan
Putus asa bertasbih sepanjang malam

Pagi ini begitu ranum,
Nampaknya tadi malam ada yang mencuri doa
Dilambungkan ke langit di sepertiga malam
Portal berita online yang biasanya lebih menakutkan
dari makam yang sejak pandemi buka 24 jam

“Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 7,07 persen pada triwulan II-2021
Indonesia dinyatakan keluar dari resesi”

Program Pemulihan Ekonomi Nasional perlahan memberikan embun
mengokohkan mimpi-mimpi yang selama ini tertahan
pada serak-serak di pangkal tenggorokan
pada ketakutan yang berceceran di lantai kamar
di luar,
banyak yang lapar

Pemerintah berusaha selalu hadir
melebihi pacar
yang ilang-ilangan
karena ada nyawa yang berhak diselamatkan
dari pada patah hati anak manusia

Suara-suara mesin mulai berdengung
di jalanan
dia tak akan lupa hiruk pikuk,
cahaya yang gemerlap
sendi-sendi ekonomi bergeliat

“masker… masker… sepuluh ribu Om”

Bocah kusut berteriak
dalam udara lelah yang terperangkap
di mulutnya
di lampu merah
di antara manusia silver

“Ayahku buruh pabrik,
kena PHK saat pandemi
sekarang jualan tisu
modal bantuan pemerintah”

Seketika ada ruang lapang
dalam dadaku
Mimpi-mimpi yang selama ini bunuh diri oleh sunyi
Kini kembali berkelana menjahit luka-luka
Mengembalikan cinta pada langit senja