Labeling, Coba Berpikir Lagi Dua Kali

Labeling bisa diartikan pemberian label atau cap kepada orang lain. Biasanya berkonotasi negatif atau memberikan predikat buruk pada orang lain. Hal ini sering terjadi di masyarakat dan seringnya menurut si pemberi label, hal ini dilakukan demi memperbaiki keadaan yang tidak atau kurang ideal. Namun benarkah labeling ini berdampak baik dan efektif memperbaiki keadaan menjadi lebih baik?

Apa yang kita fikirkan apalagi yang kita ucapkan akan ter-broadcast ke alam semesta dan akan menarik peristiwa sebagaimana yang kita fikirkan dan ucapkan. Oleh karena itu ada nasihat yang sangat bijak, “Ucapkanlah apa yang kamu inginkan dan jangan pernah ucapkan apa yang tidak kamu inginkan”. Jika memang kita ingin memperbaiki keadaan yang kurang atau tidak ideal, maka memberikan label atau stigma buruk pada orang lain bukanlah hal yang bijaksana dan efektif dalam memperbaiki keadaan. Jika kita melakukan labeling, yang terjadi justru malah sebaliknya. Karena setiap apa yang kita ucapkan atau labelkan kepada orang lain akan membuat sambungan di otak. Semakin sering kita labelkan dengan keburukan, semakin tebal dan kuat sambungan itu dan hasilnya akan semakin jauh dari yang diharapkan.

Dampak pemberian label yang buruk adalah menurunkan bahkan menghilangkan rasa kepercayaan diri seseorang, dengan rendahnya rasa kepercayaan diri akan membuat seseorang sulit untuk bergerak, beraktifitas atau berkinerja baik.

Dampak pemberian label yang buruk adalah menurunkan bahkan menghilangkan rasa kepercayaan diri seseorang, dengan rendahnya rasa kepercayaan diri akan membuat seseorang sulit untuk bergerak, beraktifitas atau berkinerja baik. Apalagi jika labeling ini dilakukan di media sosial yang mana akan banyak orang yang tahu dan sungguh akan menghancurkan mental orang yang diberi label buruk tersebut. Labeling juga akan menghancurkan rasa optimis seseorang dan akan membuat seseorang menjadi orang yang pesimis, karena labeling tak pernah menghargai perjuangan seseorang untuk berubah menjadi lebih baik. Perubahan sebesar apapun yang sudah dilakukan, akan selalu dicap tidak baik.

Kita sebagai manusia tentu tidak luput dari kesalahan. Kita hanya bisa berusaha untuk lebih baik dari sebelumnya. Dan kita pun diciptakan dengan potensi yang berbeda-beda. Pasti ada kelebihan dan kekurangan. Dalam mensikapi perbedaan itu tentunya kita harus bijaksana. Karena tak ada manusia yang sempurna, tak ada manusia yang bisa pesan kepada Tuhan. Seandainya bisa pesan, pasti ingin yang baik-baik saja yang Tuhan titipkan untuk kita. Kita sadari bahwa semua yang kita miliki, hanyalah titipan Tuhan. Jadi ada baiknya, saat kita melihat kesalahan pada orang lain, jangan berikan label buruk kepadanya, bisa jadi itu kesalahan terakhir yang dilakukannya. Dan jangan bangga dengan kelebihan atau kebaikan yang kita lakukan, karena bisa jadi itu kelebihan atau kebaikan terakhir yang Tuhan berikan untuk kita.

Untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik tidak cukup dengan niat saja, tapi kita harus tahu juga ilmunya, harus tahu caranya. Maksud baik namun caranya kurang tepat, tentu hasilnya tidak akan optimal. Mari kita terus belajar untuk menjadikan keadaan lebih baik, tanpa  menyakiti atau menghancurkan mental orang lain. Karena pada akhirnya kita hanya manusia biasa yang saat meninggal yang dikenang orang hanyalah kebaikan atau keburukan yang telah kita lakukan.