vaksin

Pengorbanan di Tengah Pandemi

21 Juli 2020, 20:20

“Fiuh…,” lelahnya tubuh ini, ingin sekali rasanya langsung merebahkan diri di kasur yang sedari tadi melambai-lambai memanggilku. Andai saja aku lupa bagaimana resiko dan bahayanya Covid-19 terutama bagi orang yang memiliki komorbid sepertiku, tentunya segala macam protokol yang ribet itu tidak akan kujalani. Masuk rumah, semprot antiseptik sana-sini, lepas semua pakaian langsung lempar ke mesin cuci, mandi air campur antiseptik, dan diakhiri dengan menyambar sebuah botol madu kemudian menuangkan beberapa mili ke mulutku. Ritual seperti itulah yang selalu kujalani setiap hari setelah bepergian dari luar rumah.

Baru saja punggung ini bersandar di atas bantal tiba-tiba saja panggilan whatsappku berbunyi, terlihat dari layar pak Arif kabidku memanggil. “Assalamualaikum, mas Yuda.” “Waalaikumsalam pak,” jawabku. “Mas, sudah dirumah ya, gimana tadi di DPKADnya?” “Sudah pak, Alhamdulillah aman pak, tadi permasalahan sudah dapat diatasi dan persyaratan penyaluran DAK Fisik tahap I untuk Kabupaten Keerom sudah dapat dipenuhi semua sebelum batas waktu berakhir hari ini.” “Mantap, makasih banyak ya mas, untung tadi mas Yuda dan mas Aris mau datang ke Keerom untuk membantu permasalahan pemda disana, kalau tidak… bisa jadi penyaluran DAK Fisik tahap I disana jadi terhambat.” “Sama-sama pak, itu sudah jadi kewajiban saya pak.” jawabku. “Oiya mas, sebenarnya ada informasi yang ingin saya sampaikan, tapi mas Yuda jangan kaget ya, usahakan tetap tenang, insyaallah semua akan baik-baik saja,” terang pak Arif. Sontak rasa kaget bercampur penasaran segera menyergap kepalaku. “Ee… iya pak, ada apa ya pak?” tanyaku penasaran. “Hmm… jadi gini mas, hasil swab teman-teman kita di KPPN hari ini sudah keluar.” “Nah hasilnya gimana pak, apa ada teman kita yang positif selain pak Wawan Kasi Bank yang sebelumnya sudah positif?” tanyaku tidak sabar. “Iya mas, hmm… kebetulan ee.. ada satu lagi kawan di KPPN yang positif mas… ee… mas Aris.” Seketika mulutku terkunci, kepala rasanya seperti dijatuhi beban berat, kaget, sedih, jengkel, was-was, semua jadi satu, pikiranku melayang mengingat menit demi menit, detik demi detik, saat berinteraksi bersama Aris beberapa jam yang lalu ke Kabupaten Keerom.

22 Juli 2020, 01:15

Sesaat setelah mendengar kabar bahwa Aris salah satu staf Seksi Bank KPPN Jayapura positif Covid-19, Bapak Kabu memberitahuku kalau besok hari Jumat akan dilaksanakan swab test bagi seluruh pegawai Kanwil. Malam ini mataku tak kuasa terpejam, kepalaku dipenuhi berbagai macam pikiran. Mencoba berandai-andai, andai saja tadi aku menolak perintah Kabid untuk datang ke Keerom membantu permasalahan DPKAD dalam memenuhi persyaratan penyaluran DAK Fisik, andai saja tadi aku tidak berangkat ke Keerom satu mobil dengan Aris, apa jadinya kalau ternyata nanti aku jadi positif Covid-19 karena kemungkinan tertular Aris, gimana nanti istriku, anakku, orang tuaku, tetanggaku kalau sampai tahu aku terkena Covid-19, dan banyak pikiran liar lainnya di benakku. Dan tak terasa pagi pun datang, kabut tebal menghiasi lingkungan rumah dinas angkasapura Jayapura, seolah menangkap isi hatiku, yang sedang diselimuti kegalauan tidak menentu.

27 Juli 2020, 17.30

Handphoneku berdering keras, dengan tergopoh-gopoh aku sedikit berlari dari arah dapur, kulihat panggilan dari Pak Kabu. “Assalamualaikum, halo pak,” jantungku berdegup keras. “Waalaikumsalam, mas Yuda yang sabar ya, Insyaallah gakpapa kok, ini hasil swab dah keluar, dan hasilnya…” “Gimana hasilnya pak, saya negatif kan pak?” sahutku. “Hmm… kebetulan hasilnya di kantor kita ada 2 yang positif mas, om Jacky PPNPN kita dan satunya ee… mas Yuda.” Seketika itu badanku lemas, aku pasrah.

Sesaat setelah hasil swab tersebut keluar banyak teman-teman kantor menghubungiku dan memberikan dukungan untukku. Handphoneku berdering, terlihat Ibnu salah satu kawan karibku menelpon. “Halo yud, gimana… aku OTW situ ya bawa mobil tak antar ke RSAL, teman-teman KPPN dah koordinasi dengan pihak rumah sakit dan kamar untuk perawatan sudah siap Yud.” “Udah tenang aja bro, aku tak sendirian aja ke rumah sakitnya, gakpapa kok, demi keamanan dan kenyamanan kalian dan aku juga, aku sehat kok ga ada gejala apapun, amanlah… aku tak kesana sendiri aja,” jawabku meyakinkan. “Beneran Yud gakpapa? Tapi….” “Udah aman bro, tenang aja,” jawabku mantap. Akhirnya malam itu juga kukemasi pakaianku dan aku segera meluncur ke RSAL Jayapura sendirian.

30 Juli 2020

Sore ini hasil tes swab pertamaku di RSAL keluar, dan hasilnya masih positif. Syarat dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan boleh keluar dari rumah sakit ini adalah hasil swab test 2 kali berturut-turut harus negatif. Buyar semua anganku untuk dapat kembali ke kampung halaman bertemu keluarga. Minggu ini seharusnya jadwalku Work From Homebase (WFHb) setelah sejak akhir Maret 2020 yang lalu tidak dapat pulang bertemu keluarga karena penutupan akses transportasi di Papua, termasuk juga saat lebaran Idul Fitri yang lalu. Besok adalah hari raya Idul Adha, dan harapan untuk segera dapat bertemu keluarga dalam waktu dekat ini pupus sudah. Akupun termenung di sebuah bangsal rumah sakit, sambil sayup sayup seolah terdengar lagi Alm. Didi Kempot “Ora Biso Mulih”, “Mak, Bapak, aku ra iso mulih, bodho iki atiku sedih…, mak bapak ngapuranen aku, yen ono salah lan luputku.” Yah.. maafkan aku istriku, anakku, bapak, ibu, aku belum bisa pulang, semoga pengorbananku di masa pandemi ini memiliki arti.

 

 Disclaimer: “Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pandangan organisasi”

Credit : Muhammad Ulil Albab



There are no comments

Add yours