Susur Suku Sasak – Dusun Sade

Menyusuri daerah berbukit di Desa Rambitan, Lombok Tengah, terletak suatu dusun yang sangat menjaga tradisi dan erat dengan alam. Tersuguh pemandangan perkampungan tradisional yang indah di samping aspal jalan raya nan mulus. Dusun Sade, dusun yang dihuni oleh suku Sasak yang menjaga rumah adat beratapkan ijuk dengan kuda-kuda bambu tanpa paku. Suku yang melestarikan tradisi menjaga jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 150 KK. Meskipun nampak tradisional, listrik telah memasuki dusun ini melalui program PPNPM, sinyal telekomunikasi pun kuat di area ini sehingga jauh dari kesan terpelosok. Memasuki gerbang dusun, kami disambut seorang tour guide berkulit gelap dengan senyum ramah dan sapaan berlogat Lombok. Berhiaskan kain tenun khas Lombok, dia mengarahkan kami untuk singgah di Bale Bonter, bangunan sebentuk gazebo dengan tiang dan alas dari bambu kuning. Angin nan sejuk dengan pemandangan asri menyambut kedatangan kami di dusun ini.

Dusun ini telah menjadi dusun wisata yang sering dikunjungi turis domestik maupun mancanegara sejak lama. Mayoritas kaum adam di kampung ini berprofesi sebagai tour guide yang mengisahkan tradisi dusun Sade kepada wisatawan. Sedangkan kaum hawa masih menjaga tradisi untuk menenun kain dan tidak bergantung pada penghasilan kepala keluarga. Sebagai dusun wisata, tempat ini memanjakan pengunjung dengan pemandangan rumah adat dan hasil kerajinan tenun, aksesoris dan pakaian bermotif asli suku Sasak. Penghasilan dari sektor wisata telah membantu suku Sasak untuk terus menjaga bentuk asli rumah adat dan hasil kerjainan sehingga mereka tidak perlu bekerja di luar dusun.

Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia tidak serta-merta membuat ekonomi dusun ini goyah karena masyarakat asli masih menjaga pertanian mereka sehingga membuat dusun ini tetap mandiri. Walaupun area persawahan tidak dapat diperluas karena kendala irigasi, seluruh pertanian di dusun ini mampu menyokong  kebutuhan pangan masyarakat suku Sasak.

Menyusuri jalanan sempit di dalam dusun, tampak banyak rumah telah disulap menjadi sebuah toko kecil menampilkan segala macam kerjainan suku Sasak. Sapaan lembut penjual kerajinan menawarkan segala macam barang dengan harga beragam. Menapaki ke dalam dusun, kontur tanah yang semakin naik membuat rumah-rumah adat di dalam dusun tidak rata. Kami diajak masuk ke salah satu rumah yang baru saja dibersihkan dengan kotoran kerbau. Suku Sasak percaya bahwa mengepel lantai dengan kotoran kerbau merupakan bentuk pensucian atas rumah tersebut. Hal yang membuat kami tertegun, tidak tercium aroma kotoran pada rumah tersebut. Memasuki rumah dengan pintu yang pendek memaksa kami untuk menunduk, suatu hal yang sengaja dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada pemilik rumah. Uniknya, rumah adat tersebut dibangun di kontur tanah berbukit sehingga semakin ke dalam semakin tinggi dan dibuat tanpa menggunakan semen dan paku. Dapur di dalamnya juga masih menggunakan kayu bakar karena masyarakat tersebut membutuhkan asap dari kayu untuk memperkuat atap pada bangunan itu.

Di tengah dusun dibangun sebuah menara tinggi yang berfungsi sebagai menara kontrol bagi penjaga desa untuk melakukan pengamanan pada malam hari. Tradisi unik di dusun ini yang selalu menjaga jumlah  KK mengharuskan orang yang baru menikah untuk keluar dari dusun dan membangun rumah di luar dusun adat sehingga nampak di sekeliling dusun berdiri kokoh rumah-rumah modern yang terbuat dari semen sehingga terlihat kontras dengan dusun ini. Tradisi kawin culik masih terjaga di suku ini, kawin culik merupakan tradisi yang mengharuskan pria menculik anak gadis atas dasar suka sama suka dan kesepakatan mereka dan ‘tim penculik’ untuk melakukan ritual kabur dari rumah sang gadis dan menginap di kediaman kerabat mereka. Dalam ritual ini, orang tua sang gadis tidak boleh mengetahui bahwa sang gadis telah ‘diculik’ hingga keesokan harinya keluarga pria atau kepala dusun  akan memberi kabar kepada keluarga sang gadis dan prosesi pernikahan akan segera dilangsungkan. Meskipun menggunakan diksi culik, namun prosesi ini tetap mengedepankan perasaan suka sama suka sehingga tidak ada pemaksaan dalam ritual ini.

Mayoritas suku Sasak yang beragama Islam tersebut kemudian melangsungkan pernikahan dengan ijab qabul sesuai syariat Islam. Masjid yang berdiri kokoh di dalam desa adat menjadi saksi atas perjalanan sejarah dan tradisi masyarakat di dusun ini. Menurunkan sejarah pada generasi penerus dan menjaga adat istiadat dari gempuran modernitas teknologi, suku Sasak di dusun Sade kokoh dengan pendirian mereka. Suku Sasak dalam sejarah Lombok akan selalu terkenang.

 

Story by: Mohamad F. Zulmy
Foto: Sugeng Wistriono